Sejarah Ogoh – Ogoh di Bali
Nama Ogoh – ogoh itu sendiri diambil dari sebutan ogah-ogah
dari bahasa Bali. Artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. Dan tahun
1983 merupakan bagian penting dalam sejarah ogoh-ogoh di Bali. Pada
tahun itu mulai dibuat wujud-wujud bhuta kala berkenaan dengan ritual
Nyepi di Bali. Ketika itu ada keputusan presiden yang menyatakan Nyepi
sebagai hari libur nasional. Semenjak itu masyarakat mulai membuat
perwujudan onggokan yang kemudian disebut ogoh-ogoh.
Budaya baru ini semakin menyebar ketika ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.
Ogoh – Ogoh ini dimaksudkan mengembalikan bhutakala ketempat asalnya.
Sebelumnya ada tradisi Barong Landung, Tradisi Ndong Nding dan Ngaben
Ngwangun yang menggunakan ogoh-ogoh Sang Kalika, bisa juga merujuk
sebagai cikal bakal wujud ogoh-ogoh.
Di dalam babad, tradisi Barong Landung berasal dari cerita tentang
seorang putri Dalem Balingkang, Sri Baduga dan pangeran Raden Datonta
yang menikah ke Bali. Tradisi meintar mengarak dua ogoh-ogoh berupa
laki-laki dan wanita mengelilingi desa tiap sasih keenam sampai kesanga.
Visualisasi wujud Barong Landung inilah yang dianggap sebagai cikal
bakal lahirnya ogoh-ogoh dalam ritual Nyepi.
Berikut Foto Ogoh-Ogoh di Kec.Tampaksiring, Kab. Gianyar.